Limbah Pisang Jadi Produk Bernilai, Inovasi BRIN dan Serat Nusa Sentuh Kampung Naringgul Garut

Garutplus.co.id – Sebuah inovasi menarik lahir dari Kampung Naringgul, Desa Pakuwon, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Lewat kolaborasi antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Seratnusa, serta komunitas lokal, limbah pertanian berupa batang pisang diolah menjadi serat alami yang bernilai jual tinggi dan berpeluang menembus pasar global.

Direktur Pemanfaatan Riset dan Inovasi pada Kementerian/Lembaga, Masyarakat, dan UMKM BRIN, Driszal Fryantoni, menjelaskan bahwa kegiatan ini bagian dari program Koleksi Bumi. Program ini bertujuan membantu UMKM menemukan solusi berbasis teknologi agar bisa meningkatkan kualitas dan produktivitas usaha.
“Di sini permasalahannya sederhana, bagaimana membuat ketebalan serat pisang bisa seragam karena selama ini diolah manual. Kalau pekerjanya lelah, ketebalannya jadi tidak konsisten. Kami bantu dengan teknologi pengepresan dan pengeringan agar kualitasnya standar. Pewarnaan pun menggunakan bahan alami seperti daun jati, sehingga ramah lingkungan,” jelas Driszal.

Pendekatan yang dilakukan BRIN tidak sekadar menyelesaikan persoalan teknis, tetapi juga membantu masyarakat memahami pentingnya standarisasi produk jika ingin naik kelas ke pasar nasional maupun global.

Peneliti Ahli Utama BRIN, Sukma Surya Kusmah, mengatakan bahwa riset pengolahan serat pisang ini sudah dilakukan sejak sekitar tiga tahun lalu. Inovasinya pun telah didaftarkan hak kekayaan intelektualnya.
“Prosesnya sederhana, tapi selama ini masyarakat belum tahu bagaimana standarisasi ketebalan seratnya. Kita bantu dengan proses pelunakan batang pisang, dikukus, dipress, lalu diberi pewarna alami sebelum dikeringkan dan disayat menjadi serat. Dengan cara ini hasilnya lebih seragam dan efisien,” ujar Sukma.

Menurut Sukma, apresiasi dari masyarakat sangat positif. Inovasi ini memudahkan mereka yang sebelumnya hanya mengandalkan alat manual dan hasilnya tidak stabil. Ia berharap ke depan akan lahir lebih banyak inovasi berbasis limbah organik yang bisa dimanfaatkan masyarakat luas.

Founder Seratnusa, Gita Noerwardhani, menceritakan bahwa upaya mengolah limbah pisang berawal dari gerakan bank sampah di Garut. Namun, seiring waktu ia melihat bahwa hanya mengelola sampah saja tidak cukup menopang ekonomi pengurus bank sampah.
“Akhirnya saya berpikir bagaimana caranya supaya gerakan ini berkelanjutan. Dari situ saya mulai kembangkan limbah menjadi serat kerajinan. Awalnya memang ingin sampai jadi kain, tapi prosesnya panjang, jadi kita mulai dari produk kerajinan dulu,” kata Gita.

Kolaborasi dengan BRIN menjadi kunci untuk membantu standarisasi bahan baku. Gita mengaku awalnya sempat ragu karena BRIN dikenal banyak mengurusi riset pangan. Namun setelah melalui proses kurasi, Seratnusa berhasil terpilih dan mendapatkan pendampingan teknologi.
“Sekarang saya sudah punya kolaborasi pentahelix: ada komunitas, akademisi seperti Telkom University, pemerintah lewat BRIN, dan media. Tinggal bagaimana kita rawat kolaborasi ini ke depan,” jelas Gita.

Sementara itu, Ketua Organisasi Rapekan Kampung Naringgul, Deni Susanto, yang sudah mengelola bank sampah sejak 2013, berharap program ini bisa meningkatkan pemberdayaan masyarakat.
“Dulu kita mulai dari kelompok swadaya masyarakat, sekarang sudah jadi kelompok pemanfaatan dan pengelolaan limbah. Harapannya ke depan terbentuk UMKM-UMKM inovatif yang memanfaatkan limbah pertanian jadi produk bernilai ekonomi,” kata Deni.

Melalui inovasi berbasis riset dan kolaborasi lintas sektor ini, Kampung Naringgul membuktikan bahwa dari limbah yang tak dilirik orang, bisa lahir produk berkualitas yang membuka jalan kesejahteraan bagi masyarakat.

Sumber berita: https://garutplus.co.id/limbah-pisang-jadi-produk-bernilai-inovasi-brin-dan-serat-nusa-sentuh-kampung-naringgul-garut/

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *