UMKM Seratnusa di Garut mengolah limbah organik berupa gedebog pisang menjadi produk kerajinan berupa home decor dan aksesoris dengan memberdayakan delapan perajin perempuan.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Andesta Herli Wijaya
JAKARTA – Iklim tropis memungkinkan pohon pisang tumbuh subur di Indonesia. Potensi pisang sangat besar, begitu pula dengan pohonnya atau gedebog pisang. Sayangnya, kebanyakan gedebog pisang hanya dianggap sebagai limbah dan dibuang begitu saja. Sehingga, limbahnya sangat mengganggu lingkungan.
Berangkat dari kondisi itu, UMKM Seratnusa di Garut mengolah limbah organik berupa gedebog pisang menjadi produk kerajinan berupa home decor dan aksesoris dengan memberdayakan delapan perajin perempuan.
Semula, dalam proses produksi, Seratnusa masih menghadapi permasalahan, yakni proses ekstraksi serat gedebog pisang masih dilakukan secara semi-manual. Hal itu menyebabkan efisiensi produksi rendah dan kualitas serat yang dihasilkan belum seragam.
Selain itu, pewarnaan alami dengan menggunakan ekstrak kentang untuk menghilangkan komponen lignin, juga belum optimal. Harga ekstrak kentang masih relatif mahal dan menyebabkan serat menjadi seperti bentuk pulp.
Dari situ, Seratnusa berkolaborasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui program Pendampingan Usaha Mikro berbasis Iptek (PUMI), untuk membantu dalam mengatasi permasalahan yang dimiliki UMKM. Pendampingan dilakukan sejak April 2025, dimulai dengan rangkaian diskusi guna mengidentifikasi masalah UMKM.
Setelah itu dilanjutkan dengan praktik penerapan teknologi pengepresan dan pewarnaan gedebog pisang di Bank Sampah Rapekan, Kp. Naringgul, Desa Pakuwon, Kecamatan Cisurupan, Garut. Dalam proses ini, para pelaku usaha mendapat pendampingan ahli dalam hal pengolahan gedebog pisang secara lebih efisien dan terstandar.
Direktur Pemanfaatan Riset dan Inovasi pada Kementerian/Lembaga, Masyarakat, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah BRIN, Driszal Fryantoni menyampaikan bahwa para periset BRIN telah menghasilkan banyak hasil riset dan inovasi. Maka itu, kolaborasi bersama UMKM menjadi salah satu langkah yang tepat agar hasil-hasil inovasi itu bisa berdampak nyata di akar rumput.
“Sehingga, alangkah baiknya jika kegiatan riset yang sebetulnya didanai oleh uang rakyat, hasilnya dapat dimanfaatkan oleh rakyat, termasuk para UMKM,” ucap Driszal dalam pernyataan resmi, dikutip Selasa (8/7).
Driszal menyebut, pendampingan ini menghasilkan rekomendasi untuk perbaikan kualitas dan produktivitas. Dalam penerapannya, BRIN dan UMKM bisa memodifikasi alat yang sudah ada, atau pendampingan juga bisa menghasilkan pengadaan alat baru, jika UMKM nantinya bisa mendapatkan dukungan pendanaan dari pemerintah.
“Kami tidak memberikan bantuan dalam bentuk modal, tidak memberikan bantuan dalam bentuk peralatan. Sehingga, diperlukan sinergi dengan stakeholder lainnya, baik Kementerian maupun Dinas setempat untuk bersama-sama memperkuat UMKM agar mereka bisa naik kelas,” tegas Driszal.
Sukma Surya Kusumah selaku periset pendamping dari BRIN mengungkapkan bahwa banyak potensi yang bisa dikembangkan dari serat pisang ini agar memiliki nilai tambah. Maka menurutnya terbuka peluang kedepannya untuk pihaknya dan UMKM berkolaborasi mengembangkan potensi tersebut.
Sumber berita: https://validnews.id/kultura/umkm-di-garut-olah-limbah-gadebog-pisang-jadi-aksesoris